HADITS: ABU BAKAR BERGELAR SHIDDIQ PALSU?

Hadits: Abu bakar Bergelar Shiddiq Palsu?

nama dan nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq, khalifah pertama rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Namanya adalah Abdullah bin Abi Quhafah, Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi (lihat Tarikh Khulafa’, karya Imam Suyuthi 1/10)

Berkata Imam Nawawi dalam kitab Tahzibnya: “dan apa yang telah kami sebutkan bahwa nama Abu Bakar adalah Abdullah itulah pendapat yang benar dan masyhur. Ada juga yang mengatakan namanya adalah ‘Atiq, akan tetapi yang benar adalah yang dipegang oleh keseluruhan (mayoritas) Ulama bahwa ‘Atiq hanya julukan Abu Bakar bukan namanya, (dijuluki dengan ‘Atiq) karena Abu Bakar telah di jamin bebas dari api neraka sebagaimana hadits yang diriwayatkan Tirmidzi. Adapula yang mengatakan karena ketampanan wajahnya, pendapat inilah yang dipilih Mush’ab bin Zubair, Laits bin Sa’ad, dan sekelompok ulama. Adapula yang mengatakan karena pada nasabnya tidak ada sesuatu yang tercela. (lihat Tarikh Khulafa’, karya Imam Suyuthi 1/10)

Fadhail Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Oleh karenanya, para shahabat sepakat menunjuknya sebagai khalifah, pemimpin kaum mukminin selepas meinggalnya rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Kelebihan yang dimiliki Abu Bakar Ash-Shiddiq bisa kita saksikan lewat kitab-kitab sejarah ulama’ Ahlussunnah wal jama’ah. Tanpa adanya berlebih-lebihan dalam memuji Abu Bakar Ash-Shiddiq, berikut ini akan kami sebutkan sebagian dari keutamaannya:

1. shahabat pertama yang masuk islam secara mutlak, atau dari kalangan laki-laki dewasa.

2. Ketika terjadi peristiwa Isra’ dan Mi’raj, Abu Bakarlah diantara shahabat nabi yang paling teguh keimanannya dan menjawab syubuhat-syubuhat yang dilontarkan kafir Quraisy ketika itu.

3. Berhijrah bareng bersama rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan keluarga , anak, dan hartanya.

4. Menemai rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di dalam gua sebagaimana di kisahkan dalam ayat: “

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40)

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:40). Para ahli tafsir ahlussunnah sepakat bahwa yang dimaksud “ketika keduanya berada dalam gua” dalam ayat ini adalah rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

5. Menggantikan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai imam shalat ketika beliau sakit.

6. Memberantas para murtaddin (orang-orang yang murtad) selepas wafatnya rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sehingga keadaan menjadi tenang kembali.

7. Memberangkatkan pasukan Usamah untuk membuka negeri Syam karena menjalankan wasiat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di akhir hayatnya.

Dan masih banyak keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lainnya, bagi yang ingin mengetahui lebih jelas bisa membaca buku-buku tarikh/sejarah yang telah di susun oleh ulama’ ahlussunnah wal jama’ah.

sebab dijuluki Ash-Shiddiq

Berkata Mush’ab bin Zubair dan yang lainnya: “Umat islam telah sepakat menggelari Abu Bakar dengan Ash-Shiddiq, karena ialah yang bersegera membenarkan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan selalu berpegang dengan kejujuran…” (lihat Tarikh Khulafa’, karya Imam Suyuthi 1/10).

Ibnu Misdi menyebutkan bahwa gelar Ash-Shiddiq sudah ada sejak jaman Jahiliyyah karena dia dikenal dengan kejujurannya.”

Ada juga yang mengatakan: “Karena Abu Bakar selalu bersegera membenarkan berita-berita yang datang dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam .”

Berkata ibnu Ishaq dari Hasan Al-Bashri dan Qotadah: “Yang membuatnya lebih terkenal dengan gelar Ash-Shiddiq ialah pasca kejadian isra’ (perjalanan nabi ke baitul maqdis). Al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya “Al-Mustadrak” dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha: “Musyrikin Quraisy mendatangi Abu Bakar seraya bertanya: “bagaimana pandanganmu terhadap temanmu itu yang mengaku telah pergi ke baitul maqdis tadi malam.” Abu Bakar berkata: “apakah benar dia mengatakan itu?” mereka menjawab: “benar” Abu bakar menegaskan: “Sungguh dia telah benar dan aku membenarkannya. Lebih dari itu (aku juga yakin dengan) berita langit (wahyu) yang sampai kepadanya pada waktu pagi dan petang.” Oleh karena itu dia digelari Ash-Shiddiq.” Sanadnya bagus, hadits serupa juga diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik dan Ibnu ‘Abbas dan Ummu Hani’.

Inilah hujjah kami

Merupakan ciri khusus ahlussunnah wal jama’ah tidak pernah bertindak melainkan dengan dalil, baik dari Al-Qur’an dan hadits nabi dengan pemahaman para shahabat. Harus dengan pemahaman para shahabat karena mereka adalah umat yang khusus di bangkitkan untuk mendampingi Nabi besar kita, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Tentu merekalah yang paling mengetahui maksud yang dikehendaki oleh Allah dalam Al-Qur’an dan rasululllah dalam haditsnya. Demikian pula dalam masalah yang sedang kita bicarakan ini.

Banyak riwayat dari nabi dan shahabatnya yang menunjukkan sahnya penyandaran Ash-Shiddiq kepada Abu Bakar, berikut beberapa diantaranya:

Berkata Sa’id bin Manshur dalam kitab Sunannya: “telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar dari Abu Wahb maula (bekas budak) Abu Hurairah, ia berkata: “Ketika rasulullah baru pulang dari Isra’nya , waktu itu beliau berada di Dzi Thuwa, beliau berkata: “Wahai Jibril, Sesungguhnya kaumku tidak membenarkanku!” Jibril menjawab: “akan membenarkanmu Abu Bakar, ia adalah Ash-Shiddiq.” Hadits ini juga diriwayatkan Ath-Thabarani secara bersambung dalam kitabnya, “Mu’jamul Ausath” dari Abu Wahb dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

Imam Hakim dalam kitabnya “Al-Mustadrak” meriwayatkan dari Nazzal bin Sabrah, ia berkata: “Kami pernah berkata kepada imam Ali, “wahai amirul mukminin, berilah kami berita perihal Abu Bakar!” imam Ali menjawab: “ia adalah seorang yang Allah juluki Ash-Shiddiq melalui lisan Jibril, dan nabi-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Ia adalah khalifah rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” Sanadnya bagus

Ad-Daraquthni dan Hakim meriwayatkan dari Abu Yahya, ia berkata: “Aku tidak dapat menghitung, berapa banyak aku mendengar imam Ali berkata diatas mimbar: “Sesungguhnya Allah telah menjuluki Abu Bakar melalui lisan nabi-Nya sebagai Ash-Shiddiq.”

Thabarani meriwayatkan dengan sanad yang bagus dan shahih dari Hakim bin Sa’ad, ia berkata: “Aku mendengar imam Ali berkata dan bersumpah bahwa Allah benar-benar menurunkan dari langit gelar Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar.”

Al-Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ahmad, dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa rasulullah pernah berkata kepada gunung Uhud yang ketika itu bergetar, “tenanglah wahai uhud, karena diatasmu ada nabi, shiddiq dan dua orang syahid.”

Itulah sebagian riwayat dari nabi dan imam Ali bahwa gelar Ash-Shiddiq bagi Abu Bakar diturunkan langsung dari sisi rabbul ‘alamin melalui lisan Jibril dan nabi besar kita, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

Bahkan ini merupakan kesepakatan kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang, tidak ada yang mengingkarinya kecuali syi’ah rafidhah.

Perhatikanlah ucapan imam Ali diatas ….. bukankah kalian wahai syi’ah “pengikut ahlul bait”?! Bukankah imam Ali bagian dari ahlul bait? Mengapa kalian menyelisihinya??????

Tiada lain ini menunjukkan bahwa kecintaan kalian terhadap ahlul bait adalah kedustaan belaka.

Inilah syi’ah

Setelah kita mengetahui bahwa gelar shiddiq bagi Abu Bakar adalah sesuatu yang sah dan kita juga telah mengetahui bahwa gelar ini langsung diturunkan dari sisi rabbul ‘alamin kepada jibril dan nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Inilah keyakinan kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang di seluruh penjuru dunia. Di Indonesia, kita lihat kaum muslimin tidak pernah memisahkan nama Abu Bakar dengan Ash-Shiddiq, kita bisa saksikan ini di setiap bulan ramadhan di sela-sela shalat tarawih mereka mengucapkan:

… الخالفة الأولى أبو بكر الصديق رضي الله عنه…

… khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu …. Para makmum pun segera menyambutnya dengan ucapan “radhiallahu ‘anhu” (yang telah diridhai Allah). Terlepas pas tidaknya kalimat ini diucapkan ketika shalat tarawih yang jelas kita bisa mengambil faidah bahwa memang kaum muslimin di seluruh penjuru dunia terkhusus di Indonesia mengakui keabsahan gelar Ash-Shiddiq bagi Abu Bakar.

Berbeda halnya dengan syi’ah dan antek-anteknya yang selalu menyelisihi kaum muslimin dari semua sisinya. Bahkan mereka menyelesihi Imam Ali. Jadi perlu kita ajukan pertanyaan kepada mereka, sebenarnya kalian itu mengikuti ahlul baitnya nabi atau ahlul baitnya Abdullah bin Saba‘ Al-Yahudi?

Tapi begitulah syi’ah, pinginnya buat hal-hal baru, jadi jangan heran jika para ulama’ islam mengeluarkan mereka dari bingkaian islam.

Pembaca rahimakumullah, akhir-akhir ini kaum syi’ah sangat gencar menyebarkan aqidah nyeleneh mereka di internet. Berbagai macam cara mereka tempuh, tidak lagi menghiraukan halal dan haram.

Kita ambil contoh untuk perkara ini, Ibnu Jakfari. coba anda buka blog berikut:

http://jakfari.wordpress.com/2007/11/11/hadis-abu-bakar-bergelar-shiddiq-palsu/

ini adalah blog pribadi seorang anak Jakfari. Dalam tulisan itu ia ingin menggiring pembaca menyimpulkan bahwa gelar shiddiq adalah palsu. Untuk lebih meyakinkan pembaca ia menampilkan hadits berikut:

ما في الجَنَّةِ شَجَرَةٌ إلاَّ مَكْتُوبٌ عَلىَ كلِّ وَرَقَةٍ مِنها: لا إله إلا الله ، مُحَمَّدٌ رسولُ الله ، أبو بكر الصِّدِّيْقُ ، عُمَرُ الفَارُوْقُ ، عُثْمانُ ذُو النُّورَيْنِ.

Tiada pohon di surga kecuali tertulis di setiap daunnya, Tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah, Abu bakar Shiddiq, Umar faruq (pemisah antara haq dan batil) dan Utsman adalah pemilik dua cahaya.

Kemudian dia menyebutkan takhrij (periwayatan) hadits yang berkesimpulan bahwa hadits diatas adalah lemah. karena haditsnya lemah, maka hukum yang terkandung didalamnya juga lemah.

Wahai Ibnu Jakfari, perlu anda ketahui! Kami selaku ahlussunnah mengakui kelemahan hadits tersebut, oleh karena itu kami tidak memakainya sebagai dalil/hujjah. Alhamdulillah, Ahlussunnah tidak pernah memakai hadits dha’if/lemah sebagai hujjah walaupun itu mendukung aqidah mereka. Semua yang mereka lakukan dari perkara agama selalu dibangun diatas dalil yang shahih, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah (hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam) tentunya dengan pemahaman para shahabat.

Yang lebih membuat “menarik” tulisan Ibnu Jakfar itu ialah, diawali dengan tuduhan dusta terhadap shahabat nabi dan di akhiri dengan pelecehan dua orang ulama’ kaum muslimin, Ibnu Katsir dan Khatib Al-Baghdadi.

nasehat

Mengingat besarnya fitnah syi’ah di negeri kita tercinta ini maka kami ingatkan kembali para pembaca untuk berhati-hati terhadap mereka. Jangan kita tertipu dengan manisnya bibir mereka atau indahnya tulisan mereka. ini pulalah nasehat ulama’ kita dari dahulu sampai sekarang. Bahkan mereka melarang kita menjadikan mereka teman duduk. Nas’alullah as-salamah

Semoga bermanfaat

17 Tanggapan

  1. Masyallah, semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita beserta keluarga dari pengaruh sesat fitnah agama syi’ah.

  2. Salam wr wb,

    TOLONG DIBACA SEMUA DENGAN SABAR.

    Kalau boleh saya kasi nasehat kepada semua yang sempat baca komentar saya ini, adalah sbb.:

    1- Jangan kita buang-buang waktu berdialog, ber debat dan adu argumen dengan penganut Syi’ah;

    2- Kalau waktu habis untuk hal-hal diatas, ini rugi sekali, karena waktu untuk ibadah (wajib dan sunnah) juga habis, tidak terasa umur kita habis jam demi jam, menit demi menit untuk membahas Syi’ah yang sudah jelas SESAT.

    barakallahu fiikum. anda benar sekali, jangan kita buang-buang waktu berdebat dengan syi’ah.
    oleh karena itu sekalian kami umumkan disini, bahwa kami tidak akan menerima komentar dari para pembaca yang bersifat debat.
    Adapun apa yang kami tulis ini bukanlah sebagai ajang debat atau adu argumen. Akan tetapi untuk menjelaskan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin akan bahayanya syi’ah.

    3- Syi’ah itu akan ada terus di dunia ini karena itu memang wahyu dari Allah SWT yang di sampaikan via Hadith Rasul SAW yang mana umat Islam itu pecah 73 golongan. Dan Syi’ah itu awal sekte dalam Islam, dan banyak sekali pecahan dalam Syi’ah itu. Kalau Syi’ah ini tidak exist di dunia ini, berati seakan2 hadith Nabi SAW itu salah kan ? Padahal hadith itu shahih dan benar sekali.

    Barakallahu fikum. sebatas yang ana tahu, Syi’ah tidaklah termasuk ke dalam 73 golongan itu. karena Syi’ah merupakan agama tersendiri diluar Islam.

    KALAU MEMANG mau berdebat dgn penganut Syi’ah dengan tujuan mulia, ingin menyadarkan mereka supaya kembali ke jalan yang benar (Islam), tolong jangan berdialog atau berdebat dengan memakai Qur’an dan Hadith, INI PERCUMA SEKALI, BUANG2 WAKTU, tidak akan bisa menyadarkan mereka, karena mereka itu punya Qur’an dan Hadith sendiri, mentafsirkan Qur’an dan Hadith seenak nafsu ulama-ulama mereka sendiri.

    Mereka tidak beriman kepada semua tafsir Qur’an dan Hadith umat Islam (sunni). Dan mereka sudah berabad2 punya hobi “memalsu”, berbohong atas text asli Arab atau terjemahannya terhadap ribuan buku2 syariah umat Islam (sunni) yang ditulis ulama-ulama salaafiyyin kita.

    CARA YANG PALING EFEKTIF yang insha’allah bisa menyadarkan penganut Syi’ah adalah dengan berdialog secara logika fitrah (natural reasoning) yaitu sbb.:

    1- Kalau mereka bilang bahwa successor Rasul SAW itu harus Imam Ali r.a dan keturunannya, berarti Islam itu mendasarkan kepemimpinan/khilafah/imamah pada keturunan (dinasty) yang mana semua mahluk di dunia ini mengakui ini konsep yang SALAH.

    2- Kalau Imam Ali r.a (imam pertama mereka yang mereka agung2 kan, mereka sucikan, mereka sembah) ini tidak pernah atau tidak mau menuntut hak ke-khalifahan tsb, mengapa mereka sekarang ini penganut Syi’ah yang banyak dosa ini menuntut hak itu?? Apakah mereka ini lebih suci dan lebih baik dari Imam Ali r.a ??

    3- Kalau mereka (Syi’ah) menjawab: “Oh, Imam Ali r.a dulu tidak menuntut hak ke-khkalifahan itu karena Imam Ali r.a itu khawatir/takut terjadi perpecahan umat”

    Kalau memang pendirian/statement ini benar yang dikatakan Imam Ali r.a, kenapa tanpa Imam Ali r.a menuntut ke-khkalifahan tsb, toh perpecahan umat Islam (Islam vs. Syi’ah) terjadi juga ???? Disini terbukti kebohongan mereka (Syi’ah) bahwa Imam Ali r.a pernah mengatakan itu.

    WASSALAM WR WB.

    Jazakumullah khairan katsiran atas nasehatnya.

  3. LANJUTAN DIALOG DENGAN SYI’AH DENGAN CARA LOGIKA FITRAH:

    4- Bagi orang yang berpendidikan tinggi dalam Islam, mereka pasti mengakui bahwa Rasul SAW sebelum wafat tidak memberikan wasiat atau tidak memilih seorang pengganti (successor) itu mengandung hikmah yang dalam dan luar biasa besarnya.

    Karena Rasul SAW bermaksud membiarkan masalah itu (pemilihan suksesi beliau) agar diamalkan oleh umatnya sesuai dengan jiwa Qur’an yaitu dengan konsep “musyawarah ummat (public election/opinion)”, bukannya dengan penunjukkan langsung via hadith.

    Hikmah pertama: 1). Kalau sekiranya Rasul SAW itu berwasiat dan memilih seorang pengganti beliau secara jelas dalam perintahnya, maka ini tentunya akan bertentangan dengan konsep dan jiwa pemilihan pemimpin dalam Islam/Qur’an yang dijiwai dengan konsep “musyawarah ummat”. Karena tidak mungkin tingkah laku/perkataan Rasul SAW itu bertentangan dengan jiwa Qur’an.

    Hikmah ke: 2). Kalau Rasul SAW berwasiat dan memilih seorang pengganti, maka hal ini akan menjadi perintah (order) atau sunnah yang tentunya akan terus di contoh/ditiru/diikuti/di amalkan oleh umat nya, karena perilaku Rasul itu merupakan sunnah/contoh yang benar yang harus di ikuti. Akibatnya adalah penunjukkan pengganti/pemimpin baru itu akan hanya tergantung kebijakan/penunjukkan pemimpin yang lama (yang berwasiat/yang menunjuk).

    5- Kita asumsikan misalnya sesuai konsep Imamah Syi’ah, pemimpin puncak/khalifah umat Islam itu harus turun temurun dari anak-cucu Imam Ali r.a. Dan menurut ajaran Syi’ah, imam yang berhak memimpin dunia Islam sekarang adalah imam Syi’ah yg ke 12, yang BUKAN anak dari imam ke 11, Hasan al-Askari. Karena Imam yang ke 11 ini meninggal dunia dalam usia muda 28 thn tanpa meninggalkan satu anak keturunan pun.

    Keanehan yang lain adalah bahwa imam yang ke 12 ini (Muhammad Ibn Hasan Al-Qoim), menurut keyakinan Syi’ah sekarang berada dalam fase menghilang secara permanent dari dunia nyata (Ghaib al-Kubra/ disappearance) pada waktu muda, yang nantinya menjelang kiamat akan muncul (menjelma ???) sebagai Imam Mahdi.

    Masalahnya adalah: Lantas siapa sekarang yang harus menjadi pemimpin/khalifah umat Islam ?? Kalaupun mereka mengatakan bahwa harus dari keponakan, saudara tiri, kemenakan atau saudara2 mereka yang ada di Iran sekarang, berarti ini bertentangan dengan konsep Imamah Syi’ah yang sangat sakral dan keras yang hanya mengharuskan anak-cucu langsung dari Imam ke 11 atau ke 12 ini menjadi pemimpin dunia Islam, setelah Imam yang ke 11 (Hasan al-Askari) wafat.

    Masalah yang kedua adalah:” Kalau Imam yang ke 12 ini menghilang (Ghaib al-Kubra) dalam usia masih muda, belum sempat berkeluarga/menikah, dan otomatis tidak mempunyai anak-cucu, lantas siapa yang harus di jadikan pemimpin/imam umat Islam sekarang?? Bagaimana Imam ke 12 ini bisa punya anak-cucu yang akan jadi pemimpin umat kalau pada waktu masih muda sebelum menikah sudah menghilang secara permanent dari dunia nyata ??

    6- Kalau mereka (Syi’ah) mengatakan:” Kalau kamu hai penganut Sunni (mayoritas muslim) mengaku di atas jalan yang benar, mengapa kamu menyebut dirimu golongan Sunni, bukannya golongan muslim atau kelompok Islam???” Kita sebagai muslim (Sunni) harus menjawab:

    6.1- Penyebutan muslim/Islam itu memang tepat sekali. Tapi pemakaian kata “Sunni” itu juga tidak salah. Kata Sunni itu adalah kata Arab yang berarti “Pelaku atau orang yang melakukan pekerjaan Sunnah” yang berarti kelompok Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, penganut Sunnah Rasul SAW dan sahabat2Nya. Jadi nama ini adalah pemberian Rasul SAW dalam beberapa hadith shahih beliau.

    6.2- Sebab lain adalah:” Kamu hai penganut Syi’ah yang menyebut/mengaku dirimu sebagai muslim/Islam (padahal bukan). Karena kami TIDAK mau menyatu dengan kamu yang sesat, makanya untuk membedakan/memisahkan diri dari kamu (penganut Syi’ah), maka kami menyebut diri kami “Sunni”.

    Kalau kami sebut dengan kata muslim/Islam, orang yang awam akan ‘confused’, akan berpikir dan memasukkan kamu (penganut Syi’ah) ke dalam golongan muslim/Islam juga, padahal kamu bukan termasuk golongan muslim/Islam.

  4. @Abd.rhm Brj
    1). Kalau sekiranya Rasul SAW itu berwasiat dan memilih seorang pengganti beliau secara jelas dalam perintahnya, maka ini tentunya akan bertentangan dengan konsep dan jiwa pemilihan pemimpin dalam Islam/Qur’an yang dijiwai dengan konsep “musyawarah ummat”. Karena tidak mungkin tingkah laku/perkataan Rasul SAW itu bertentangan dengan jiwa Qur’an. ????

    jawab :
    Apapun yang dilakukan Rosulullah, apakah menunjuk langsung atau mempercayakan kepada musyawarah sahabat pasti tidak akan bertentangan dengan Al – Quran.

    Sebagai bukti, bahwa Abu Bakar menunjuk Umar secara langsung, lalu Umar menunjuk 6 orang dari kalangan sahabat secara langsung. Ini menunjukkan, penunjukkan langsung tidak bertentangan dengan Al – Quran.

    Bahkan banyak isyarat hadist yang memperlihatkan bahwa Rosulullah sebenarnya sudah menunjuk Abu Bakar menjadi penggantinya.

    ————————————————————————–

    Hati – hati dengan logika, karena Mu’tazilah tersesat karena mengandalkan logika.

    ————————————————————————-
    Penyebutan Syiah sendiri adalah karena pemilihan mereka. Malah para ulama salaf lebih senang dengan penyebutan Rafidah dibandingkan Syiah.

    Kesesatan Syiah sendiri bermacam – macam, ada yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, ada yang tidak.

    Jadi hati – hati menyebutkan Syiah bukan golongan Muslim, karena jika melihat kesepakatan para ulama, hanya Syiah Rafidah saja para ulama berani menggolongkan mereka bukan golongan muslim lagi.

    Karena konswekuensi dari semua itu, maka semua hub. pernikahan menjadi batal. Padahal banyak terjadi seorang Syiah menikah dengan Sunni, karena kedua – dua sama orang awam, hanya mengikuti tradisi orang tua.

    Sembelihan pun tidak halal dimakan, dan dilarang datang ke masjidil haram.

    Jadi, yang membuat pembeda pertama kali adalah Syiah itu sendiri, bukan sebaliknya.

    wallahu’alam

  5. @Abd.rhm Brj
    KALAU MEMANG mau berdebat dgn penganut Syi’ah dengan tujuan mulia, ingin menyadarkan mereka supaya kembali ke jalan yang benar (Islam), tolong jangan berdialog atau berdebat dengan memakai Qur’an dan Hadith, INI PERCUMA SEKALI, BUANG2 WAKTU, tidak akan bisa menyadarkan mereka, karena mereka itu punya Qur’an dan Hadith sendiri, mentafsirkan Qur’an dan Hadith seenak nafsu ulama-ulama mereka sendiri.

    Apakah dulu orang kafir jahiliyah dimasa Rosulullah mengimani al -Quran, saya yakin semua sepakat mengatakan tidak. Tapi Rosulullah tetap menggunakan Al Quran untuk berdakwah, bukan logika.

    Rosulullah setiap kali berdialog, selalu membacakan Al – Quran. Rosulullah bersabda dalam hadist Shohih,

    “Kutinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya,” (HR Malik)

    Jangankan kepada Syiah, kpd orang Yahudi dan Kristen pun kita tetap harus menggunakan Al – Quran dan Sunnah bukan logika.

    Dan lagi tidak akan sia – sia berdakwah dengan menggunakan al – Quran dan Sunnah, ingat tujuan dakwah itu bukan hasil, tapi ibadah.

    Sadar atau tidak itu adalah hak Allah, kewajiban kita berdakwah sesuai dengan yang dicontohkan Rosulullah.

    Logika hanya sebagai penunjang saja, tapi haram meninggalkan Al – Quran dan Sunnah.

    Justru jika kita tidak menggunakan Al – Quran dan Sunnah, berarti kita mengikuti jejak mereka meninggalkan Al – Quran dan Sunnah. Lalu apa bedanya kita dengan mereka??

    @Abd.rhm Brj
    CARA YANG PALING EFEKTIF yang insha’allah bisa menyadarkan penganut Syi’ah adalah dengan berdialog secara logika fitrah (natural reasoning) yaitu sbb.:

    Maaf, ini menurut saya adalah jalan Mutazilah. Contoh Salah satu kesalahan fatalnya adalah ini :

    @Abd.rhm Brj
    1- Kalau mereka bilang bahwa successor Rasul SAW itu harus Imam Ali r.a dan keturunannya, berarti Islam itu mendasarkan kepemimpinan/khilafah/imamah pada keturunan (dinasty) yang mana semua mahluk di dunia ini mengakui ini konsep yang SALAH.

    SALAH dan BENAR bukan karena pengakuan dari makhluk. Jika Allah memerintahkan successor berdasarkan keturunan (dinasty), maka kita harus menerimanya, sebaliknya jika Allah memerintahkan successor tidak harus keturunan maka kita menerimanya bukan karena kita mengakuinya tapi karena itu adalah perintah Allah.

    Jadi tolok ukur BENAR dan SALAH adalah perintah Allah bukan pengakuan semua makhluk.

  6. Rosulullah bersabda dalam hadist Shohih,

    “Kutinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya,” (HR Malik)

    Apa buktinya hadis ini shahih? Hadis ini jelas dhaif dan terputus sanadnya dalam Al Muwatta. Gak malu amat sih bilang shahih

    —haulasyiah—
    Mas Hasan, buktinya hadits riwayat Hakim dalam kitabnya Al Mustadrak secara musnad (bersambung sampai ke nabi). Yang gk tahu malu itu siapa?

  7. Hadist riwayat Imam Malik ini memang mursal, tapi terputus pada sanad sahabat, tapi hadist ini mempunyai penguatnya seperti yang disebutkan oleh akhi pemilik blog, sehingga hadist ini bisa diterima.

    Dan lagi jika hadist terputus pada sahabat, maka hadist itu tetap diterima atau shohih karena semua sahabat adalah adil, berbeda jika hadistnya terputus pada sanad selain sahabat.

    Karena bagi ahlu sunnah, semua sahabat adalah adil, mereka tidak akan berdusta atas nama Rosulullah.

    Jadi hadist riwayat Imam Malik ini adalah shohih.

    Bagi orang yang tidak jeli, kadang mengganggap bahwa setiap hadist mursal itu dhoif.

    Padahal dua jenis hadist yang mursal yaitu hadist yang putus pada sanad sahabat dan mursal sahabi tetap digolongkan kepada hadist shohih.

    Nah selain itu baru hadist mursal masuk kedalam dhoif berdasarkan pendapat jumhur ulama.

    —haulasyiah—
    Ya, sbagaimana disebutkan dalam kaedah ilmu hadits, “Mursal Shahabi la Yadhur (Murslanya shahabat tidak membahayakan sanad).”

  8. @ atas saya
    Kasus seperti itu bs dibilang mirip sama hadits Puasa AsySyuara. Simak aja file audio di AUDIOsalaf yang judulnya “Bantahan Kang Dholal”.

  9. Mas Hasan, buktinya hadits riwayat Hakim dalam kitabnya Al Mustadrak secara musnad (bersambung sampai ke nabi). Yang gk tahu malu itu siapa?

    Gak lihat apa kalau si penulis itu mengutip HR Malik, tuh sudah saya quote. HR Malik itu jelas mursal dan itu artinya dhaif. Soal HR Hakim, hadis itu memang musnad tapi dhaif. kita lihat nanti siapa yang bakal malu

    Hadist riwayat Imam Malik ini memang mursal, tapi terputus pada sanad sahabat, tapi hadist ini mempunyai penguatnya seperti yang disebutkan oleh akhi pemilik blog, sehingga hadist ini bisa diterima.

    Dan lagi jika hadist terputus pada sahabat, maka hadist itu tetap diterima atau shohih karena semua sahabat adalah adil, berbeda jika hadistnya terputus pada sanad selain sahabat.

    Ngawur, gak pernah baca Muwatta Imam Malik. Disitu kata-katanya, dari Malik telah disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda. Artinya sanad itu meloncat dari Malik ke Rasulullah. memangnya Malik itu sahabat? hebat bener, gak malu amat sih. HR Hakim itu dhaif mana bisa jadi penguat.

    —haulasyiah—
    lho, mas Hasan, coba baca lagi komen anda:

    Apa buktinya hadis ini shahih? Hadis ini jelas dhaif dan terputus sanadnya dalam Al Muwatta. Gak malu amat sih bilang shahih

    Karena kita telah tahu sanad ini terputus, makanya saya jawab, buktinya adalah riwayat Hakim secara Musnad dengan sanad yang hasan. piye sampeyan

    HR Hakim itu dhaif mana bisa jadi penguat.

    waduh, perlu belajar mushtolah lagi nih. mas Hasan, hadits dha’if itu bisa jadi penguat dan bisa dikuatkan selama tidak Syadid Dha’f (lemahnya nemen) makanya ada istilah hadits Hasan li Ghairihi, sebatas yang saya tahu sih gitu. apa mas punya istilah sendiri?

  10. lho, mas Hasan, coba baca lagi komen anda:

    Apa buktinya hadis ini shahih? Hadis ini jelas dhaif dan terputus sanadnya dalam Al Muwatta. Gak malu amat sih bilang shahih

    Karena kita telah tahu sanad ini terputus, makanya saya jawab, buktinya adalah riwayat Hakim secara Musnad dengan sanad yang hasan. piye sampeyan

    komentar saya itu kan menanggapi si Penulis bebas yang sok tahu itu. Enak aja dia bilang HR Malik itu shahih, makanya jelas-jlas saya quote tulisannya yang ini

    Rosulullah bersabda dalam hadist Shohih,

    “Kutinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya,” (HR Malik)

    waduh, perlu belajar mushtolah lagi nih. mas Hasan, hadits dha’if itu bisa jadi penguat dan bisa dikuatkan selama tidak Syadid Dha’f (lemahnya nemen) makanya ada istilah hadits Hasan li Ghairihi, sebatas yang saya tahu sih gitu. apa mas punya istilah sendiri?

    berdalih nih ye, lantas ketika anda ikut2an mendhaifkan hadis-hadis sprti pintu kota ilmu, dan memandang Ali adalah ibadah, anda kemanakan kaidh anda itu. HR Hakim itu diriwayatkan oleh pendusta dan perawi yang sangat dhaif. Mana bisa jadi penguat

    —haulasyiah—
    masih bersambung nih
    Ya makanya saya luruskan, hadits itu menjadi hasan ketika ada sanad yang musnad dalam Al Mustadrak.
    Waduh.. kok menjalar ke hadits lain, apa perlu dikaji lagi?

  11. gak perlu kok (sudah ada yang mengkajinya) kita bicara hadis ini aja dulu. coba buktikan Mas kalau hadis Mustadrak itu bisa jadi penguat. Saya sudah katakan hadis Hakim itu diriwayatkan oleh perawi yang sangat dhaif dan pendusta, jadi tetp saja dhaif

    —haulasyiah—
    buktikan lha, nanti saya tanggapi insya Allah

  12. Ana Kopipaste dari blog secondprince
    Hadis dhaif jiddan(sangat lemah). Dikeluarkan oleh Malik dalam Al Muwatta II/899 dan Al Hakim I/93. Dalam Al Muwatta, hadis ini dikeluarkan Malik tanpa sanad sehingga terputus dua perawi atau mu’dal. Hadis mu’dal adalah hadis yang sangat dhaif. Dikeluarkan oleh Al Hakim dengan dua jalur. Jalur pertama di dalamnya ada Ibnu Abi Uwais dan Ayahnya, disebutkan dalam At Tahdzib kalau Ibnu Main, Abul Qasim Al Alkaiy dan An Nasai mendhaifkannya. Ia dan ayahnya suka mencuri hadis, Ia dikatakan berdusta dan tertuduh membuat-buat hadis. Jalur kedua didalamnya ada Shalih bin Musa yang dikenal dhaif. Ia didhaifkan Ibnu Main, Abu Hatim, An Nasai, Ibnu Hibban dan Al Bukhari. Disebutkan dalam At Taqrib kalau Shalih bin Musa itu matruk dan Adz Dzahabi menyebutnya wahin(lemah) dalam Al Kasyf. Al Hakim tidak meshahihkan kedua jalur yang ia keluarkan bahkan ia berkata hadis ini gharib(asing) dan begitu pula Adz Dzahabi mendiamkannya, tetapi dalam At Tattabu’ Syaikh Muqbil Wadi’i melemahkan kedua jalur tersebut. Hadis ini bahkan dinyatakan maudhu’(palsu) oleh Sayyid Habib bin Ali As Saqqaf dalam kitab beliau Syarh Aqidah Ath Thahwiyah

    –haulasyiah—
    Untuk sekian kalinya mas Seconprince keliru…
    Ini pernyataan Hakim dalam kitabnya Al Mustdarak setelah menyebutkan hadits diatas:
    وقد احتج البخاري بأحاديث عكرمة واحتج مسلم بأبي أويس ، وسائر رواته متفق عليهم ، وهذا الحديث لخطبة النبي صلى الله عليه وسلم متفق على إخراجه في الصحيح : » يا أيها الناس إني قد تركت فيكم ما لن تضلوا بعده إن اعتصمتم به كتاب الله ، وأنتم مسئولون عني فما أنتم قائلون ؟ « وذكر الاعتصام بالسنة في هذه الخطبة غريب ويحتاج إليها » . وقد وجدت له شاهدا من حديث أبي هريرة
    Ungkapan-ungkapan seperti ini digunakan oleh muhaditsin sebagai qabul terhadap hadits tersebut

  13. Ungkapan-ungkapan seperti ini digunakan oleh muhaditsin sebagai qabul terhadap hadits tersebut

    kalau saya baca, justru sampean yang keliru. Ungkapan Hakim justru menekankan kalau perkataan kitab Allah dan Sunahku itu gharib menurut beliau, oleh karena itu beliau mencari syawahid dari hadis abu hurairah. gitu lho, daripada sibuk menjustifikasi, lihat baik-baik sanadnya. Bukankah sampean biasa tidak mengindahkan penshahihan Hakim. hadis memandang Ali adalah ibadah itu dishahihkan oleh Hakim dengan jelas tapi sampean bilang palsu. Ha ha ha lucu, lucu, lucu. sudah keliru berdalih pula

    —haulasyiah—
    waduh, sepertinya sampeyan kurang tahu ilmu hadits ni, perlu diketahui saya hanya menyangga pernyataan Saudara Secondprince yang menyatakan Hakim tidak menshahihkan hadits ini.

  14. waduh, sepertinya sampeyan kurang tahu ilmu hadits ni, perlu diketahui saya hanya menyangga pernyataan Saudara Secondprince yang menyatakan Hakim tidak menshahihkan hadits ini.

    Tidak usah sok, seolah cuma sampean yang tahu ilmu hadis. Apa yang antum sanggah. secondprince bilang Hakim tidak menshahihkan hadis tersebut. kemudian antum bawakan apa yang dikatakan Hakim. Lucu, Hakim memang gak bilang shahih jadi apanya yang antum sanggah. kenyataannya secondprince benar, Hakim justru bilang kata-kata Berpegang pada Sunnahku itu gharib dan ia mencari syahid dari hadis abu hurairah. Mana buktinya Hakim bilang shahih, gak perlu menjudge ana tahu atau tidak ilmu hadis. Lagipula pokok pembicaraan kita itu sanad hadisnya yang dhaif. Kalau sampean menolak maka buktikan.

    —haulasyiah—
    Mas, As Saqaf barakallahu fiik. Pernyataan “Wajadtu Syahidan” disini menunjukkan bahwa Imam Hakim memandang hadits tersebut maqbul, baik itu menjadi hasan lighairi ataupun diatasnya. Memang Hakim tidak berterus terang menyatakan shahih akan tetapi itu adalah isyarat yang digunakan para muhaditsin untuk menerima suatu hadits.

  15. pernyataan itu justru menunjukkan bahwa Hakim mngakui kelmahan riwayat yang ia bawa sehingga ia membawakan syahid dari hadis lain. Yo wes toh intinya si Hakim itu gak bilang shahih. So gak ad ceritanya antum mengatakan secondprince itu keliru, ia benar ketka mengatakan Hakim tidak menshahihkan hadis itu. Balik ke awal, ana udah bawa bukti kedhaifan hadis di atas nah mana bukti antum kalau memang tidak setuju “hadis ini dhaif”

    —haulasyiah—
    Mas Hasan, inti dari mauqif Imam Hakim itu adalah qabul hadits tersebut.

  16. coba teliti mana yang lebih sohih hadis
    ” alqur’an dan sunahku” atau “Alqur’an dan keluargaku

    —haulasyiah—
    keduanya shahih Insya Allah. yang dimaksud “keluargaku disini adalah keluarga nabi bukan kelompok Syi’ah. Barakallahu ffik

  17. Akhi, ana ingin meminta penjelasan kepada antum. Dalam blog jakfari tsb, ana dapati bahwa gelar Ash-Shiddiq Sayyidina Abu Bakar ra., gelar Al-Faruq Sayyidina Umar ra. dan gelar Dzun Nurain Sayyidina Utsman justru diberikan kepada Sayyidina Ali ra menurut Syi’ah bahkan pemberian gelar tersebut selain kepada Ali ra dikatakan palsu. Mohon penjelasannya.

    —haulasyiah—-
    Sayyidina Ali adalah shahabat Rasulullah yang agung dan sekaligus sebagai ahlul bait beliau, kita tidak mengingkari bahwa sifat tersebut juga ada pada diri beliau.
    Namun dalam manhaj Ahlus Sunnah gelar Ash-Shiddiq pertama kali adalah untuk Abu Bakar, gelar Al-Faruq untuk ‘Umar, gelar Dzun Nuroin untuk Utsman, sedangkan Ali gelarnya adalah Al-Murtadho.
    Adapun anggapan Ibnu Jakfari bahwa gelar ash-shiddiq untuk Abu Bakar adalah palsu, telah kami jawab pada pembahasan diatas. Walhamdulillah

Tinggalkan komentar