MENYIKAPI SHAHABAT NABI, ANTARA ISLAM DAN SYI’AH

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah washalatu wasalamu ‘ala rasulillah

Wa ‘ala alihi waman walaah

Defenisi Shahabat

Kata shahabat dalam bahasa arab merupakan bentuk jamak dari “shahabi”, dan kata shahabi adalah pecahan dari kata Shuhbah. Maknanya secara bahasa adalah: “setiap orang yang pernah mendampingi seseorang maka dia adalah shahabatnya baik ia muslim atau kafir, mengikutinya atau tidak mengikutinya.

Adapun maknanya secara istilah adalah: “setiap orang yang pernah bertemu nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan beriman kepada beliau dan meninggal diatas keimanan. (Kitabut Tauhid, Syaikh Al-Fauzan. Hal:74)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar ketika menjelaskan makna defenisi shahabat diatas:

termasuk dalam makna defenisi “bertemu” diatas, setiap orang yang pernah bermajlis bersama nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam waktu yang lama atau hanya sebentar, meriwayatkan hadits atau tidak, bertempur bersama nabi atau tidak, melihat nabi hanya sekali dan tidak pernah bermajlis bersama beliau, dan yang tidak melihatnya disebabkan alasan tertentu, seperti buta.

Dari sini (kita tahu) bahwa ungkapan “bertemu” lebih utama dari defenisi yang disebutkan sebagian ulama “Sahabat adalah setiap orang yang pernah melihat nabi shalallahu ‘alaihi wasalam” karena (jika demikian) maka Ibnu Ummi Maktum dan para shahabat yang buta lainnya tidak termasuk didalamnya, padahal mereka adalah shahabat tanpa ada keraguan.

Keluar dari makna “dalam keadaan beriman” setiap orang yang bertemu nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan kafir walaupun ia masuk islam setelah itu dan tidak pernah melihat nabi lagi (yakni tidak pernah melihat nabi setelah keislamannya).

Makna defenisi yang kami sebutkan “beriman kepada beliau” keluar darinya setiap orang yang bertemu nabi akan tetapi beriman kepada selainnya, seperti Ahlul kitab.

Masuk dalam defenisi “beriman kepada beliau” setiap mukallaf dari jin dan manusia. (selesai dari Al-Hafizh Ibnu Hajar)

Kewajiban seorang muslim

Merupakan kewajiban setiap muslim untuk meyakini bahwa para shahabat adalah manusia terbaik setelah rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, karena merekalah makhluk yang lebih dahulu meneguk keimanan langsung dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, berjihad bersama beliau, (mereka adalah) pengemban syariat yang mulia ini kemudian menyampaikannya kepada umat setelah mereka. (Kitabut Tauhid, Syaikh Al-Fauzan. Hal:74)

Cara mengetahui shahabat

Berkata Ibnu Shalah: “kemudian, (cara) untuk mengetahui seorang shahabat terkadang dengan riwayat yang mutawatir, terkadang dengan (cara) istifadhah…., terkadang dengan penjelasan seorang shahabat bahwa ia adalah shahabat, terkadang dengan keterangannya sendiri setelah diketahui kejujurannya bahwa ia memang shahabat. (Ulumul Hadits)

Ibnu Hajar dalam kitabnya “Al-Ishabah” menambahkan: “dan disyaratkan diterimanya ini (yakni pengakuannya sebagai shahabat) pada masa tertentu, maksimalnya seratus tahun setelah wafatnya rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula beliau menambahkan (cara mengetahui shahabat): “dengan penjelasan dari salah seorang tabi’in bahwa ia shahabat”

Keadilan shahabat

berkata Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitabnya “Al-Ba’itsul Hatsits, Ikhtishar ‘Ulumil Hadits”: “Para shahabat semuanya ‘adil disisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena Allah azza wajalla telah memuji mereka dalam kitabnya yang mulia, demikian pula rasulullah dalam sunnahnya memuji para shahabat dalam segenap akhlak dan perilaku mereka, disebabkan pengorbanan harta dan tenaga (mereka) di hadapan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang hanya mengharap pahala yang besar dan balasan yang bagus disisi Allah.”

Shahabat tidak makshum

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, hal:54-56: “Dan mereka (Ahlussunnah wal jama’ah) walaupun demikian memuliakan (para shahabat), tidak pernah meyakini para shahabat makshum dari kekeliruan baik yang besar atau yang kecil. Mereka juga bisa terjatuh kedalam kekeliruan. Akan tetapi mereka memiliki sekian keutamaan yang dapat menghapus kekeliruan yang mereka lakukan -jika memang ada-. Bahkan, kejelekan mereka akan diampuni, yang mana (kejelekan tersebut) tidak diampuni bagi orang-orang setelah mereka. karena mereka memiliki sekian banyak kebaikan yang dapat menghapuskan kejelekan yang tidak pernah diperoleh orang-orang setelah mereka.

Telah sah (kabar) dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa mereka umat terbaik, satu cakupan infak mereka lebih utama dari infak emas sebesar gunung uhud dari orang-orang setelah mereka.

Kemudian, jika memang mereka terjatuh kedalam kekeliruan maka mereka telah bertaubat darinya, atau mereka melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya, atau telah diampuni dengan keutamaan sabaqiyah (terdepan dalam keimanan) mereka, atau (diampuni) dengan syafa’at Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, karena merekalah orang yang paling berhak mendapatkan syafa’at beliau, atau bisa jadi mereka diberi cobaan di dunia yang dapat menebus kesalahan mereka.

Jika demikian kenyataanya pada kesalahan yang benar-benar (mereka lakukan), maka bagaimana halnya dengan perkara-perkara yang mereka berijtihad padanya, jika mereka benar mendapatkan dua pahala dan jika salah mendapatkan satu pahala??? Padahal kesalahan-kesalahan mereka telah diampuni!

Kemudian kadar kesalahan yang diingkari dari mereka sangatlah sedikit dibandingkan keutamaan yang mereka miliki, berupa keimanan kepada Allah dan rasul-Nya, jihad di jalan Allah, hijrah dan menolong (islam), ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Barangsiapa yang membaca kisah perjalanan mereka dengan ilmu dan pengetahuan, berupa karunia keutamaan Allah yang diberikan kepada mereka, pasti ia akan mengetahui bahwa mereka adalah umat terbaik setelah para nabi, tidak pernah ada dan tidak akan ada lagi umat yang seperti mereka. Dan mereka adalah pilihan dari generasi umat ini yang merupakan umat terbaik dan termulia di sisi Allah.

Kedudukan mereka disisi Allah

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan keutamaan para shahabat radhiallahu ‘anhum dan tingginya kedudukan mereka disisi Allah, diantaranya adalah:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

 

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Allah telah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah:100)

Berkata Imam Hasan Al-Bashri: “

“Allah yang Maha Agung telah memberitakan bahwa Ia telah ridha kepada para pendahulu kaum mukminin dari Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik: “wahai betapa celakanya orang-orang yang membenci dan mencela mereka atau membenci dan mencela sebagian mereka, tidak terkecuali (mereka yang membenci) pemimpin para shahabat setelah rasulullah dan manusia terbaik serta termulia mereka yakni Ash-Shiddiq Al-Akbar dan Khalifah yang agung, Abu Bakar bin Abi Quhafah radhiallahu ‘anhu.

Sesungguhnya kelompok yang hina dari kalangan rafidhah sangat memusuhi shahabat yang paling mulia, membenci dan mencela mereka -kita berlindung kepada Allah dari hal itu-. Ini menunjukkan bahwa akal mereka sudah miring dan hati mereka sudah terbalik. Maka tidakkah mereka beriman kepada Al-Qur’an?! Mereka telah mencela orang-orang yang telah Allah ridhai? Adapun Ahlussunnah, mereka ridha kepada orang-orang yang telah Allah ridhai dan mencela orang-orang yang telah dicela oleh Allah dan rasul-Nya, mereka menjadikan wali siapa saja yang menjadikan Allah wali dan memusuhi siapa saja yang memusuhi Allah. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti (bimbingan Allah dan rasul-Nya) tidak membuat-buat (perkara baru) …. Oleh karena itu merekalah golongan Allah yang beruntung dan hamba-Nya yang beriman.” (Tafsir Ibnu Katsir)

 

Dalam ayat lain Allah berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath:29)

Dalam ayat diatas Allah mempersaksikan para shahabat dengan kebaikan yang amat banyak:

“dan orang-orang yang bersama dengannya sangat keras terhadap orang-orang kafir” : yakni keras permusuhannya terhadap orang-orang kafir sehingga membuat rendah mereka dan meninggikan derajat kaum muslimin. (Tafsir As-Sa’di)

“tetapi berkasih sayang sesama mereka”: saling mencinta, kasih sayang dan berlemah lembut seperti jasad yang satu, sebagian mereka mencintai sebagian yang lain. (Tafsir As-Sa’di)

makna dari dua potongan ayat diatas adalah: “mereka menampakkan kepada orang yang menyelisihi agamanya dengan sikap keras dan kelemah lembutan kepada sesama mukmin.” (Fathul Qadir, karya Imam Syaukani)

“kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya” : “disifati demikian karena banyaknya mereka melakukan amal shalih dan shalat yang merupakan amalan terbaik. Allah juga mensifati mereka dengan keikhlasan (dalam beribadah) hanya untuk-Nya serta mengharap pahala yang besar disisi-Nya yaitu Surga…” (Tafsir Ibnu Katsir)

 

“tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” :

Dijelaskan oleh para ulama’:

“itu adalah cahaya putih yang terdapat pada wajah-wajah mereka pada hari kiamat sebagai tanda bahwa mereka (banyak melakukan) sujud di dunia” inilah pendapat Ibnu Abbas yang diriwayatkan ‘Athiyyah Al-‘Aufi.

Berkata ‘Atho bin Abi Rabah dan Rabi’ bin Anas: “Wajah mereka bercahaya karena banyak melakukan shalat.”

Berkata Syahr bin Hausyab: “Bekas sujud pada wajah mereka seperti bulan purnama” (Ma’alimut Tanzil, karya Imam Al-Baghawi)

 

“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat” : yakni, sifat-sifat para shahabat yang telah disebutkan diatas tadi telah Allah ceritakan dalam kitab Taurat, jauh sebelum munculnya mereka. Tidak lain ini menunjukkan keutamaan mereka yang amat besar. Apakah nama atau sifat kalian wahai syi’ah pernah tersebutkan dalam taurat, Injil, dan Al-Qur’an??!!!!

 

“dan sifat-sifat mereka dalam Injil, seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya” : inilah perumpamaan para shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang Allah sebutkan dalam kitab Injil, bahwa mereka muncul dalam keadaan sedikit kemudian bertambah banyak dan banyak. Berkata Qotadah: “perumpamaan para shahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dalam injil tertulis bahwa akan keluar suatu kaum seperti tumbuhnya benih yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (Ma’alimut Tanzil, karya Imam Al-Baghawi)

 

“Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.” : berkata Imam Malik bin Anas: “barangsiapa yang dihatinya terdapat kejengkelan terhadap para shahabat nabi maka telah menimpanya ayat ini.” (Zadul Muyassar, karya Ibnul Jauzi rahimahullah)

berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “dari ayat ini Imam Malik mengambil faidah dalam -salah satu riwayatnya – tentang kafirnya rafidhah yang membenci para shahabat, beliau berkata: “Karena mereka (rafidhah) merasa jengkel terhadap mereka (para shahabat). (pendapat ini) disepakati oleh sekelompok ulama’. Hadits-hadits tentang keutamaan para shahabat serta larangan menghina mereka sangat banyak. Cukuplah kiranya untuk mereka pujian dari Allah dan keridhaan-Nya kepada mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)

 

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” : yakni Allah menjanjikan untuk para shahabat nabi dan orang-orang yang beramal shalih seperti mereka ampunan terhadap dosa yang telah mereka lakukan dan pahala yang besar, yaitu surga.

 

Allah juga berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9)

8. (juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. mereka Itulah orang-orang yang benar.

9. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tidak menginginkan imbalan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)

Dalam dua ayat diatas terdapat sifat yang agung untuk kaum muhajirin dalam melakukan hijrahnya, bahwa mereka “mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya” dan puncaknya adalah “dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya” maka Allah mensifati mereka dengan “mereka Itulah orang orang yang beruntung” . sifat ini (yang terdapat dalam ayat diatas) hanya khusus untuk kaum muhajirin. Akan tetapi juga terdapat ayat lain yang menunjukkan bahwa kaum Anshar pun mendapatkan keutamaan diatas, diantaranya adalah ayat:

إِنَّ الذين آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ الله والذين آوَواْ ونصروا أولئك بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu menjadi wali (pelindung) antara satu dengan yang lain.” (QS. Al-Anfal:72)

dan firman-Nya:

والذين آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ الله والذين آوَواْ ونصروا أولئك هُمُ المؤمنون حَقّاً

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman.” (QS. Al-Anfal:74)

Allah menyebutkan (keutamaan) kaum muhajirin dengan jihad dengan harta dan jiwa, kemudian menyebutkan juga kaum anshar dengan Al-Iwa’ (memberikan fasilitas tempat tinggal) dan pertolongan (untuk rasulullah dan kaum muhajirin). Maka Allah mensifati kedua belah pihak dengan “mereka itu menjadi wali (pelindung) antara satu dengan yang lain”. Kemudian Allah (diakhir ayat) menetapkan kekokohan iman untuk mereka أولئك هُمُ المؤمنون حَقّاً “mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman” yaitu, merekalah orang-orang yang jujur dalam keimanannya. Allah menyamakan antara muhajirin dan anshar dalam hal menolong (agama) dan kejujuran iman. (Tafsir Adhwa’ul Bayan, karya Imam Muhammad Amin Syinqithi)

Kedudukan mereka disisi rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

Dari Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiallahu ‘anhu, berkata: rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah, Allah sahabatku, jangan kalian jadikan shahabatku bahan omongan. Barangsiapa yang mencintai mereka maka kecintaanku bersamanya dan barangsiapa yang membenci mereka maka kemurkaanku bersamanya, barangsiapa yang menyakiti mereka berartia ia telah menyakitiku dan barangsiapa yang menyakitiku berarti ia telah menyakiti Allah azza wajalla, adzab Allah akan segera menimpanya.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mencela shahabatku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya (demi Allah) seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud maka nilainya tidak akan sampai satu cakupan tangan mereka tidak pula separuhnya.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mencela shahabatku maka ia akan mendapatkan laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia. Tidak akan diterima darinya sharfan tidak pula adlan.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Taatilah setiap pemimpin dan shalatlah di belakang mereka. Dan jangan sekali-kali kalian mencela para shahabatku.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Kedudukan mereka disisi Ahlul bait nabi

Dari Hasan bin ‘Ali radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan shahabatku ditengah-tengah manusia seperti kedudukan garam bagi makanan.” Kemudian imam Hasan berkata: “wahai telah hilang garamnya umat ini” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Dalam redaksi lain rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(kedudukan) kalian (yakni shahabat) di tengah-tengah manusia seperti kedudukan garam bagi makanan.” Berkata Imam Hasan: “bagaimana keadaan makanan tanpa garam?” kemudian beliau melanjutkan: “bagaimana keadaan umat ini?!!! Telah hilang garam mereka.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Kedudukan mereka disisi ulama’ islam dan muslimin

Berkata ‘Aisyah radhiallahu ‘anha: “mereka diperintahkan memintakan ampun untuk shahabat Muhammad justru mencelanya.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Berkata Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma: “Jangan kalian mencela shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh, diamnya mereka sesaat jauh lebih baik dari amalan kalian sepanjang hidupnya.” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma: “Jangan kalian mencela shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam karena Allah telah memerintahkan untuk memohonkan ampun untuk mereka….” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Berkata Maimun bin Mihran: “jauhilah tiga perkara: “mencela shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam…….” (Fadhailush Shahabah, karya Ahmad bin Hanbal)

Kedudukan mereka disisi syi’ah rafidhah

Setelah kita mengetahui bersama kedudukan shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam disisi Allah, Rasulullah, Ahlul bait, dan Ulama’ islam mari kita bandingkan dengan kedudukan shahabat disisi syi’ah rafidhah, kemudian kita simpulkan, siapakah yang benar-benar mengikuti Allah dan rasul-Nya serta Ahlul bait nabi???

Syi’ah berkata: “Sesungguhnya ‘Aisyah radhiallahu ‘anha telah murtad sepeninggal nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana telah murtad pula banyak dari para shahabat.” (Lihat kitab “Asy-Syihabuts Tsaqib fi Bayani ma’na An-Nashib” karya Yusuf Al-Bahrani, hal.236)

Berkata Asy-Sya’bi rahimahullah: “Yahudi dan Nashrani memiliki satu keunggulan atas rafidhah, aku bertanya kepada Yahudi: “Siapa orang terbaik di agama kalian?” mereka menjawab: “para shahabat Musa” Aku bertanya kepada Nashrani: “Siapa orang terbaik di agama kalian?” mereka menjawab: “para shahabat Isa.” Dan Aku bertanya kepada Rafidhah: “Siapa orang terjelek di agama kalian?” mereka menjawab: “Para shahabat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.”

Al-Kulaini di dalam kitab Ar-Raudhah minal Kafi 8/245-246 meriwayatkan dari Abu Ja’far bahwa dia berkata: “Para shahabat adalah orang-orang yang telah murtad (sepeninggal Nabi-pent), kecuali tiga orang saja.” Maka aku (periwayat) bertanya: “Siapa tiga orang itu?” Maka dia menjawab: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari dan Salman Al-Farisi.”

Muhammad Baqir Al-Majlisi di dalam kitab Haqqul Yaqin hal. 519 berkata: “Aqidah kami dalam hal kebencian adalah membenci empat berhala yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, Mu’awiyah dan empat wanita yaitu ‘Aisyah, Hafshah, Hindun, Ummul Hakam serta seluruh orang yang mengikuti mereka. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk Allah di muka bumi ini. Tidaklah sempurna iman kepada Allah, Rasul-Nya dan para imam (menurut keyakinan mereka) kecuali setelah membenci musuh-musuh tadi.”

Dalam tempat yang lain ia berkata: “Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar adalah kafir, kafir pula setiap orang yang mencintai keduanya.” (Lihat kitab mereka “Biharul Anwar” karya Al-Majlisi, 69/137,138)

Al-Mulla Kazhim di dalam kitab Ajma’ul Fadha’ih hal. 157 meriwayatkan dari Abu Hamzah Ats-Tsumali -berdusta atas nama Ali Zainal Abidin rahimahullah- bahwa beliau berkata: “Barangsiapa yang melaknat Al-Jibt (yaitu Abu Bakar) dan Ath-Thaghut (yaitu ‘Umar) dengan sekali laknatan maka Allah catat baginya 70 juta kebaikan dan Dia hapus sejuta kejelekan. Allah angkat dia setinggi 70 juta derajat. Barangsiapa sore harinya melaknat keduanya dengan sekali laknatan maka baginya (pahala) seperti itu.”

Bahkan di dalam kitab wirid mereka Miftahul Jinan hal. 114 disebutkan wirid Shanamai Quraisy (dua berhala Quraisy yaitu Abu Bakar dan ‘Umar), di antara lafazhnya berbunyi:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهِمَا وَطَاغُوْتَيْهِمَا وَابْنَتَيْهِمَا

“Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatilah dua berhala Quraisy, dua syaithan, dua thaghut dan kedua anak perempuan mereka (‘Aisyah dan Hafshah).”

Mereka berkata: “Sesungguhnya Umar radhiallahu ‘anhu terjangkiti suatu penyakit yang tidak akan sembuh kecuali dengan mani laki-laki (tukang homo), dan neneknya adalah anak zina” (Lihat kitab mereka “Al-Anwar An-Nu’maniyyah” karya Ni’matullah Al-Jazairi, 1/63 dan kitab “Ash-Shirathul Mustaqim” karya Zainud Diin An-Nabathi Al-Bayadhi, 3/28)

Para ulama Syi’ah Rafidhah telah menukilkan ijma’ mereka tentang kafirnya para shahabat, di antaranya Al-Mufid bin Muhammad An-Nu’man di dalam kitab Awa’ilul Maqalat hal. 45, dia berkata: “Imamiyyah (Syi’ah Rafidhah), Zaidiyyah dan Khawarij bersepakat bahwa orang-orang yang melanggar perjanjian dan menyeleweng, dari penduduk Bashrah dan Syam (para shahabat -menurut anggapan mereka- pent) adalah orang-orang kafir, sesat dan terlaknat karena memerangi Amirul Mukminin (Ali -pent). Mereka itu kekal di Jahannam.”

 

Silahkan para pembaca menyimpulkan sendiri apa yang telah kami uraikan diatas.

 

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

11 Tanggapan

  1. Pelajarilah sejarah dengan sungguh,jangan hanya bertaqlid seperti orang bodoh dan tak berakal. Bukalah hatimu untuk menerima kebenaran dari Ahlul Bayt yang suci.

    oo iya mas, kita harus menerima kebenaran dari ahlul bait yang suci, bukan dari syi’ah yang kotor

    dan jangan bertanya ttg Syi’ah kepada pengikut Ahlus sunnah. Tanyalah kepada kami… Kami yang mencintai Rasulullah…

    hehehe apa buktinya anda cinta rasul???

  2. Assalamu’alaikum akhi, ada rencana berbagi link dengan hakekat.com?manhaj mereka apa ya?barokallahufiik.

    —haulasyiah—
    wa’alaikumussalam, wallahu a’lam. wa fiik barakallah

  3. Kalau manhaj hakekat.com, saya juga tidak tahu. Tapi tulisan – tulisan mereka tentang Syiah bermanfaat, tidak ada yang mencirikan khawarij ataupun golongan lainnya.

    Saya sudah telurusi satu persatu artikelnya, walaupun saya masih awam, tapi sedikit banyak bisa menilai.

    Dan lagi, mereka tidak pernah membahas masalah aqidah secara detil. Isi artikelnya benar – benar fokus ke kritik kelompok Syiah.

    Kalau saya sih amannya, saya copy aja artikel – artikelnya (tentu dibaca dulu) ke blog saya. Toh mereka sendiri tidak melarang asal janga merubah isinya katanya.

    Kan sama saja

    —haulasyiah—
    kalau pingin tahu manhajnya, cari tahu aja siapa yang ngelola, ustadznya siapa, dan temannya siapa? Kan lebih selamat.

  4. wah sebelum rifa ada respon yg dihapus y?Sip deh,mereka pasti dari syiah Ahlulbait

    —haulasyiah—
    komentarnya sampean ya mas? masak tahu sih
    IP nya sama, namanya beda, isi komennya juga sama…. ya saya hapus aja.

  5. saya ingin bertanya kepada rafidhoh itu ” siapakah yg bertaqlid dan berdusta?siapa pula yang rajin melecehkan wanita?siapa pula yang memiliki fatwa-fatwa penuh kebencian?anda renungkan wahai rafidhoh! ada seorang teman ber-Qosam sebanyak 3X mengaku bahwa dia bukan rafidhoh di depan saya, dia mengaku penganut paham ja’fari, apa itu artinya. syukron haulasyiah. jazakumullahu khairan katsiran.

  6. @almaidany94
    komen yg mana nih mas? apa komen saya ada dua yg masuk?kan namanya tetap Arif mas…maksud saya 2 respon saya yg ini “wah sebelum rifa ada respon yg dihapus y?Sip deh,mereka pasti dari syiah Ahlulbait” karena saya pikir komentarnya g masuk,makanya saya kirim lagi

    kalau komentar sebelum Rifa yg dihapus itu bukan tulisan saya loh mas…

    —haulasyiah—
    hehehe kalau pake satu nama dua komen sama sih biasa, tapi dua nama berbeda dengan IP sama dan komen yang sama ini yang luar biasa….

  7. Ya ud sabar aja mas….besok-besok klo mo respons ga usah panjang-panjang tar cuma dapet capenya aja.

    —haulasyiah—
    hehehe…. makanya yang jujur

  8. kef haalk? bkher? siiiip, lanjutin truuuus ya. terkhusus tentang hadits-hadits dho’if yang mereka pake, ane usul: “kalo bisa ada menu khusus hadits dhoif yang biasa di jadikan jualan sama syi’ah”, untuk menawarkan dagangan syubhatnya dan bikin rancu umat. biar lebih waspada lagi ….

    —haulasyiah—
    Alhamdulillah ana bikhair. untuk menu khusus hadits dha’if alhamdulillah sudah ada, bisa antum lihat disini
    jazakallahu khairan

  9. ternyata sudah ada ya? yo wis lanjutin truss. mantap.

  10. Ngga sengaja ke sini….
    Aneh juga…komen saya di awal sekali tidak pernah masuk dan ga direspon di sini. Kenapa mas? Kok komen-komen lain bisa masuk? Apakah pertanyaan saya terlalu kritis hingga mas khawatir akan banyak yang terpengaruh?

    Ada yang bilang ke saya bahwa blog ini termasuk blog yang pengecut dan tak bertanggungjawab. Benarkah mas?

    Salam

    —haulasyiah—
    ngak sengaja? masak sih.
    mas armand, bukankah dua jawaban sudah saya kirim ke email anda, dan anda telah tahu itu, tapi sampai sekarang anda belum mampu menjawabnya.

  11. Salah mas jika Blog ini dibilang pengecut, buktinya sama I fair ko’. I jg mengkritisi ko’, tanpa ada yang dikurangi kata-2 I.

    —haulasyiah–
    tergantung komenya mas, kalau muter2, atau nanya yang sudah sering dibahas, atau tidak ilmiyyah ya… saya spam aja. hehehe

Tinggalkan komentar